Minggu, 19 April 2015

Kebebasan Dalam Sebuah Jambu

Entah kenapa belakangan ini saya sangat malas untuk sekedar menulis tulisan baru di blog. Bisa dibilang saya sedang berada di titik jenuh dalam mengurus blog. Keputusan saya untuk punya blog hingga akhirnya beli domain sendiri seharusnya bisa membuat saya punya sedikit semangat untuk menulis lagi di blog ini. Kenyataannya, saya masih bisa dibilang sangat pemalas bahkan hanya untuk sekedar menulis satu post dalam setiap minggunya. Sebenarnya saya ingin sekali bertanggung jawab atas keputusan saya memiliki blog, tapi apa daya kadang tanpa disadari saya seakan-akan mulai mengabaikannya. Semua rencana ketika awal punya blog, semua resolusi 2015 sebagai blogger, semua mulai menghilang perlahan.

Pada kamis siang yang lalu, saat saya tengah menggenggam sebuah jambu sambil memandangi seorang laki-laki yang tengah asik merokok tepat disebelah seorang ibu-ibu yang terus batuk. entah kode karena terganggu asap atau dia memang sedang sakit. Tiba-tiba ada sebuah pertanyaan yang muncul dikepala saya. Jika kita mau mencari sebuah kesenangan, kenapa kita tidak mau bertanggung jawab atas kesusahan yang mungkin merupakan efek dari kesenangan itu?

Jambu
Kemudian saya coba kembali mengingat-ingat lagi semua kenakalan yang saya lakukan dulu. Ingatan saya pun kembali ketika saya masih berada di kelas lima SD, tentang pencurian jambu di kantor diknas. Sore itu saya bersama teman saya sebut saja namanya Adi. Adi merupakan teman sekelas saya di sekolah. Jika sepulang sekolah kita menanyakan kepadanya mengenai rencana yang dilakukan setelah pulang sekolah maka jawaban yang akan dikeluarkan olehnya adalah mencuri jambu. Keahliannya dalam bidang mencuri jambu ini didukung oleh kemampuannya yang mampu menentukan jambu dengan kematangan sempurna hanya dengan melihatnya dari kejauhan.

Adi merupakan seorang expert dalam bidang mencuri jambu. Tercatat semua jambu di kompleks sekitaran rumah saya sudah pernah menjadi ladang pencuriannya. Tiada hari tanpa jambu. Saya curiga jangan-jangan pas dulu masih bayi saat anak-anak lain dikasih imunisasi berupa pentabio, maka Adi di imunisasi dengan menyuntikkan jus jambu ke dalam tubuhnya.

Pernah di suatu sore saya diajak oleh Adi untuk main ke kantor diknas dekat rumah saya. Bagi saya ini terlihat seperti kantor biasa saja, tapi mungkin bagi ini adalah surga. Iya, Adi memang sangat suka untuk bermain di kantor tersebut, bukan karena halamannya yang teduh buat main, tapi karena jambu dibelakang kantor yang selalu dipantau olehnya setiap saat. Karena hari sudah sore maka pagar kantor yang berbahan besi sudah ditutup oleh pihak kantor. Tapi bagi Adi dan saya pagar tersebut bukan halangan untuk masuk kedalam. Selalu ada jalan menuju roma, selalu ada pagar yang bisa dipanjat menuju jambu.
Kami tidak mencuri, kami hanya membeli tanpa struk
Tak lama berselang kami sudah ada di posisi kami. Saya dari bawah sebagai tim pemantau untuk melihat jambu mana yang akan kami ambil, sementara Adi sudah siap diatas pohon untuk mengeksekusi perintah saya. Awalnya semua berjalan sesuai rencana, sebelum akhirnya ada seorang yang mungkin pegawai kantor keluar dari dalam dan mengejar kami berdua. Dengan kecepatan maksimal kami segera berlari. Saya yang memang tidak memanjat pohon berada di depan sementara Adi tertinggal di belakang saya. Sebuah pagar besi di depan saya terasa sangat pendek ketika dalam keadaan dikejar orang. Dalam hitungan detik saya sudah berhasil keluar dan memanjat pagar.

Tak lama setelah itu, terdengar bunyi pagar jatuh. Adi. Dia tanpa sengaja merobohkan pagar yang sebenarnya akan dipanjat. Pagarnya roboh begitu saja ketika dia sudah ada di puncak dari pagar. Tak peduli dengan kejadian itu, kami segera berlari meninggalkan buah demi buah jambu yang kami curi dengan susah payah. Hidup kadang tak berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Cerita itu kembali muncul dalam ingatan. Jika kami ingin mencapai manisnya jambu, lantas kenapa kami tak berani untuk mempertanggung jawabkan pagar yang kami robohkan?

Sekarang semua sudah mulai jelas dipikiran saya. Bayi-bayi yang diterlantarkan orang tua mereka, puntung demi puntung rokok yang terbakar di ruang publik, hingga jalanan trotoar yang telah jadi jalanan tambahan bagi pengendara sepeda motor. Kadang saya suka berpikir, apakah hak kita untuk menikmati hidup tak lagi dibatasi oleh hak-hak orang lain? Hak bayi untuk hidup dengan layak, hak warga untuk dapat menikmati udara segar di ruang publik, hingga hak-hak para pejalan kaki yang sudah mulai dirampas oleh sepeda motor.
Trotoar
Semua memang memiliki haknya masing-masing. Kebebasan mungkin merupakan salah satu hak itu. Saya selalu ingat pesan ayah saya.
"Tidak ada kebebasan yang memang benar-benar menjanjikan kebebasan, kebebasan adalah sebuah hal yang baik apabila ada batasan, seperti semua kebebasan yang kita lakukan harusnya juga dibatasi oleh hak-hak dari orang lain"
Kemudian saya menyelesaikan gigitan terakhir dari jambu yang saya pegang. Semoga satu jambu yang barusan saya makan ini bukanlah hasil curian dua orang anak yang kepergok mencuri kemudian meninggalkan hasil curiannya, lalu jambu yang ditinggalkan ini diambil teman saya kemudian ditawarkan kepada saya. Saya berlalu meninggalkan tempat tersebut, bersama dengan suara batuk dari ibu-ibu tadi yang masih sangat jelas.
Share:

16 komentar:

  1. bagus ini filosofinya. kebebasan yang kita miliki memang gak boleh melanggar kebebasan orang lain juga. harus ada aturan. karena kebebasan tanpa aturan adalah kekacauan

    BalasHapus
  2. ini tulisan yang sangat bergizi.

    BalasHapus
  3. Karena selalu ada aturan dan norma yang mengikat ya :D

    BalasHapus
  4. Kritis sekali pemikirannya. Aku ketawa waktu baca kalimat "Keahliannya dalam bidang mencuri jambu ini didukung oleh kemampuannya yang mampu menentukan jambu dengan kematangan sempurna hanya dengan melihatnya dari kejauhan."

    Itu bakat deh kayaknya hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, Tuhan memberikan bakat besar kepadanya :)

      Hapus
  5. hahaha, gokil nyolong jambu. kasihan banget tuh, udah jambu dicolong, pager dijatuhin.
    yap... ini kan negri demokrasi. meskipun bebas, tapi ada takarannya,
    gue sendiri benci sama para pengendara motor yang "memperkosa" hak para pejalan kaki dengan cara menaiki trotoar. seperti gambar itu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah gitu jambunya gak berhasil dibawa pulang -_-

      Hapus